“πΌπππππ πππ πππππππ πππππ-πππππ, ππππππ πππ πππππππππ’π πππππ ππππ’π ππππππππ πππππ πππππππππ πππππ ππππ. π½π’ππππ πππππ πππππππ πππππ πππππ πππ πππ πππππ ππππππππ ππππππππππππ πππππ.”
Ketertarikan untuk membaca buku ini sebenarnya adalah ingin mengetahui pikiran seseorang yang pernah mencoba bunuh diri 4-5 kali.
.
Dari awal baca hingga akhir, buku ini selalu hadir ironi. Ketika membaca periode masa kecil Oba Yozo, hal yang pertama terpikirkan adalah mengapa bisa anak kecil seperti itu memiliki pemikiran yang sedimikian bernuansa alienasi dan ironi.
.
Dari buku ini apa yang kupikirkan adalah cara pandang diri terhadap diri sendiri sangatlah penting. Aku merasa dalam kasus Yozo hal tersebut menjadi salah satu faktor (jila bukan satu-satunya) yang menyebabkan segala nuansa ironi terlepas dari apa yang ia alami.
.
Selain itu, bagaimana kita mampu terkoneksi dan mencintai orang-orang disekeliling kita merupakan hal yang penting. Yozo meskipun disukai orang-orang tak mampu balas mencintai mereka. Satu alasan karena ia tak pernah tulus membuka dirinya dan hanya “memerankan” suatu peran. Ketika ia mampu tulus mencintai orang lain, orang tersebut mengajaknya bunuh diri ganda, atau merasa bahwa ia hanya perusak kebahagiaan mereka, atau mereka dirampas oleh orang lain.