Pada dasarnya kita hanya membutuhkan jeda untuk mengistirahatkan luka. Ketika dunia tidak mampu kita percaya untuk mendengarkan segala keluh kesah kita, percayalah bahwa sebenarnya ada raga yang selalu siap sedia namun tak pernah dilirik keberadaannya. Ya, diri kita sendiri. Saat banyak orang yang tengah mengasingkan kita, diri kita sendirilah yang sebenarnya selalu ada. Hanya saja kita memilih mengasingkan dan bersikap naif, tak mau menganggap keberadaannya. Sesekali kita perlu duduk dan memeluk diri kita masing-masing sebagai wujud apresiasi atas ketabahan hati dan perjuangan yang selama ini dilewati. Pahit atau manis yang sedang dialami, jatuh atau bangkit yang sedang terjadi, remuk atau utuh kondisi hati, orang pertama yang akan menangkis adalah diri kita sendiri. Love yourself, love your mind, and love your world.
“Love yourself” adalah kalimat yang terasa klise ketika kita sedang berada atau mungkin lebih tepatnya terjebak dalam gelombang perbucinan. Ketika merasa ada orang lain yang padanya kita bisa menaruh harapan dan kepercayaan yang tinggi. Sebaliknya, “Love yourself” akan terasa sebagai afirmasi positif, kalimat enerjik dan penuh apresiasi pada diri sendiri, saat kita merasakan pahitnya terlalu berharap dan percaya pada makhluk yang nirsempurna bernama manusia.
Periode patah hati adalah momentum untuk mengkalibrasi kesadaran akan keberadaan diri yang selalu ada disaat suka maupun duka. Pikiran kita, jiwa kita dan raga kita.
Dalam buku Sit By Yourself ini, Dela Kurniawati Citra membagikan kesadarannya tentang perlunya “Love Yourself”. Kesadaran itu ia suntikkan dalam tiap kata yang ditulis dengan indah dalam buku ini dan dipadukan dengan foto-foto hasil jepretannya sendiri. Indah… tapi perih.