🕒 Buku ini dibuka dengan puisi berjudul “Berapa Besar Kemungkinan” yang langsung ngejlimet tanpa aba-aba.
đź•’ Cara orang menikmati puisi memang berbeda-beda. Kalau aku, aku membayangkan tiap kata itu terangkai hingga membentuk potret di benakku. Sesekali, sebuah puisi juga mengantarkanku ke jalanan sepi yang tidak pernah kudatangi.
🕒 Membaca puisi seperti mengikuti jejak seorang pemandu yang eksentrik—yang kadang membuatmu enggan untuk bertanya kita hendak ke mana sebenarnya—tidak punya pilihan selain mengikutinya. Tahu-tahu, kamu sampai di ladang yang tandus. Atau di tengah kobaran api yang marah. Atau di tepian pantai yang menyejukkan. Atau bahkan tidak di mana-mana kecuali di kamarmu yang remang. Yang terakhir itu kalau kamu gagal menciptakan panggung bagi puisi yang kamu baca. HA
đź•’ Yang aku tangkap dari puisi-puisi dalam buku ini adalah kontradiksi, sindiran, dan pertanyaan pada diri sendiri. Banyak yang membuatku berkaca kembali sebagai manusia.
đź•’ Salah satu yang kusuka:
“berapa besar kemungkinan hidupmu adalah serangkaian terapi yang melelahkan untuk sembuh dari trauma panjang karena dilahirkan?” – Berapa Besar Kemungkinan, hal. 4.
Rating: 4.5/5.0